VICTORY NEWS ROTE NDAO -Madene merupakan suatu budaya gotong royong atau sistem kerja sama yang hingga kini masih dipertahankan sebagian besar masyarakat di Pulau Rote, di samping Tu'u Belis dan Tu'u Pendidikan.
Makna tradisi Madene dalam masyarakat Rote merupakan suatu bentuk solidaritas, dan juga menjadi cara untuk mempererat jalinan hubungan persaudaraan.
Berbeda dengan Tu'u Belis, yakni solidaritas mengumpulkan uang/barang dalam rangka membantu meringankan biaya dalam urusan perkawinan, Tu'u Kematian untuk meringankan beban keluarga duka, dan Tu'u Pendidikan untuk menyokong pendidikan anak, Madene merupakan tolong-menlong masyarakat dalam satu wilayah (kampung) dalam membangun rumah, memersiapkan lahan sawah/kebun menyambut musim tanam.
Dengan kegiatan Madene, maka secara tidak langsung dapat menyatukan dan memperat hubungan keluargaan, dan meringankan beban keluarga dalam menyelesaikan pembangunan rumah, memersiapkan lahan sawah/kebun menyambut musim tanam.
Ketua Forum Kominikasi Tokoh Adat Peduli Budaya (FKATB) Kabupaten Rote Ndao Johanis B Ndolu mengatakan, arti harafiah Madene adalah tolong-menolong, yang merupakan kearifan lokal yang tumbuh dalam masyarakat Rote sejak dahulu.
"Orang tua kita dahulu walau tidak sekolah tetapi sudah laksanakan asas kebangsaan Indonesia, yakni kegotong-royongan dan kekeluargaan dengan baik tanpa mengitung untung dan rugi. Bahkan, walau ada urusan lain bertepatan pelaksanaan madene, masyarakat akan mendahulukan madene karena dianggap lebih prioritas," katanya.
John, sapaan akrab Johanis Ndolu mengisahkan, madene biasanya dilaksanakan oleh seluruh warga dalam satu kesatuan wilayah (kampung), dalam rangka mengerjakan pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan sendiri oleh salah seorang warga. Misalnya ada janda/balu yang rumahnya sudah rusak dan butuh perbaikan.
Warga dalam ligkungan tempat tinggal janda tersebut, kata dia, merasa bertanggung jawab membantu melalui madene atau gotong royong. Sehingga, biasanya ada warga yang menyatakan kesediaan membantu pohon tuak untuk tiang dan atap rumah, ada yang sumbang bahan untuk dinding dari bebak dan sebagainya.
Sementara, warga yang tidak lainnya akan bertanggung jawab untuk memotong pohon tuak dan mengangkut ke lokasi rumah janda tersebut. Untuk mengerjakannya kembali dilakukan secara gotong royong hingga selesai dan mengatur janda itu masuk menempati rumah baru.
Bentuk lain madene, kata dia, apabila musim hujan biasanya terjadi longsor pada areal persawahan, mamar, dan mata air, maka pemilik akan mengundang warga sekitar untuk melaksanakan madene memperbaiki kerusakan karena dahulu belum ada alat berat.
Selain itu, kata John, ada juga gotong royong dalam konteks lebih kecil seperti beberapa orang pemilik sawah yang mengantisipasi curah hujan yang tak banyak sementara laha garapan mereka luas, mereka bersepakat untuk madene mengerjakan lahan secara bersama-sama (keroyokan) berpindah-pindah, sehingga saat hujan turun, seluruh sawah sudah siap ditanam.
Berbeda dengan madene membantu memperbaiki rumah janda yang rusak dan pekerjaan lain untuk kepentingan bersama, madene yang dilakukan dengan cara mengundang untuk melaksanakan pekerjaan orang per orang, biasanya pengundang menyediakan makan-minum selama dilakukan pekekerjaan.
"Karena ini tolong menlong, maka warga wajib hukumnya untuk berpartisipasi karena pertimbangan pada satu saat tentu warga lainnya melaksanakan kegiatan serupa. Jika ada yang tidak ikut, maka yang bersangkutan akan dikucilkan dan dipermalukan dalam pergaulan sehari-hari," imbuhnya.
Ia menambahkan, khusus untuk madene pembangunan rumah yang sampai saat ini masih berjalan adalah madene pembangunan rumah di wilayah Desa Oelua, Tasilo, dan sekitarnya.
